Cahyani Dwi P 17802241003


NGURI-URI BUDAYA JAWA BERSAMA PAGUYUBAN ARUTALA MELALUI TEATER “ALI-ALI KEMBAR

Pertunjukan teater “Ali-Ali Kembar” merupakan produksi dari Paguyuban Arutala yang anggotanya berasal dari mahasiswa/i program studi Pendidikan Bahasa Daerah kelas A angkatan 2017 sebagai bentuk tugas akhir untuk memenuhi matakuliah Sanggar Sastra yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum.
Pertunjukan berlangsung pada Senin, 1 April 2019 jam 18.30-selesai. Pertunjukan ini dipimpin oleh Gardhika Adrian Eka Haksa (Mahasiswa PBD A 2017 UNY)  dan Eksi Kumala Sari (Mahasiswi PBD A 2017 UNY) selaku penulis naskah sekaligus sutradara yang merupakanh salah satu anggota UKM UNSTRAT di UNY. Keduanya bersama puluhan penampil dan kru paguyuban Arutala membawa teater “Ali-Ali Kembar” ke atas panggung gedung  Performance Stage FBS UNY.  Nama Arutala sendiri berasal dari bahasa kawi dan digunakan sebagai nama sebuah paguyuban berdasarkan atas kesepakatan para anggotanya yang artinya rembulan.
Naskah “Ali-Ali Kembar” yang ditulis Eksi Kumala Sari merupakan buatan sendiri dengan ide sendiri yang terinspirasi dari kesenian Srandhul yang ada didaerah Prambanan. Tokoh yang masih menggunakan nama asli dalam kesenian Srandhul yaitu tokoh Sunthi, sisanya dikembangkan sendiri. Pemain dan kru “Ali-Ali Kembar” yang berjumlah kurang lebih 40 mahasiswa termasuk pengrawit yang merupakan tambahan dari angkatan 2016 dan 2017 dengan persiapan kurang lebih 1,5 bulan mampu membuat 600 kursi dalam gedung Performance Stage FBS UNY terpenuhi.
Ali-Ali Kembar mengisahkan sepasang suami istri yaitu Pak Camat dan Marwanti yang sudah menjalani biduk rumah tangga kurang lebih satu tahun ditimpa cobaan isu perselingkuhan Pak Camat dengan Sunthi yang merupakan kembang desa dan sempat menjalin hubungan waktu SMA. Sunthi yang berparaskan cantik, seksi, nan menggoda itu masih memiliki perasaan terhadap Pak Camat, sehingga mengakibatkan beredarnya isu perselingkuhan diantara mereka ditambah lagi dengan bukti status Facebook milik Sunthi. Hingga suatu ketika teman baik Marwanthi bertamu kerumahnya hanya ingin memberitahukan mengenai kebenaran isu tersebut melalui bukti-bukti yang mereka bidik dengan smartphonenya. Marwanti yang tadinya percaya terhadap suaminya menjadi goyah karena mendengar teman baiknya memberitahu isu tersebut. Saat teman-temannya berpamitan, pulanglah suaminya Marwanti dengan raut muka lelah dan ingin dipijat Marwanti, tetapi Marwanti memasang wajah ketus terhadap suaminya tersebut, berharap diberi penjelasan mengenai isu yang beredar diantara suaminya dengan Sunthi. Berhari-hari Marwanti bungkam terhadap suaminya, sampai pada akhirnya Pak Camat atau suaminya tersebut memaksa Marwanti untuk menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. Disitulah terjadi keributan diantara keduanya, namun pada akhirnya hati Marwanti bisa diluluhkan kembali oleh nyanyian, puisi, kata-kata Pak Camat yang berkata, “Lho Bukne jebul ali-aline dewe iseh kembar, aku ra mungkin selingkuh”, jika diterjemahkan kedalam bahasa indonesia yaitu “Lho bu, ternyata cincin kita masih sama, aku ga mungkin selingkuh”, arti dari kalimat tersebut menggambarkan bahwa antara Pak Camat dengan Marwanti masih satu jiwa dan Pak Camat tidak mungkin membagi cintanya terhadap wanita lain selain wanita yang ia nikahi yaitu Marwanti.
Amanat yang bisa diambil dalam kisah tersebut adalah biasakan untuk selalu positive thinking terlebih dahulu sebelum mendengar langsung, apalagi kalau sudah berumah tangga haruslah saling percaya. Dan budaya yang bisa dilestarikan dari sebuah teater yang berdurasi 1,5 jam ini adalah geguritan (puisi), macapat/nembang (nyanyi), tari, gamelan dan bahasa jawa yang digunakan dalam pertunjukan teater tersebut. Meskipun terbilang hanya pertunjukan dari suatu kelas saja, paguyuban Arutala berhasil membuktikan bahwa persiapannya yang cukup singkat yaitu 1,5 bulan berhasil membuat nama baik prodi PBD FBS UNY baik dimata petinggi kampus karena undangan tidak hanya mahasiswa maupun dosen saja namun para petinggi kampus pun ikut hadir dalam pertunjukan tersebut, selain itu menjadi teater semi profesional yang berani memberikan pementasan yang memuaskan dari segi visual, audio, dan moral cerita. Hal ini terbukti dari 600 lebih bangku yang terisi melampaui target penonton sesungguhnya dan riuhnya tepuk tangan dan suara tertawa penonton hampir di setiap akhir adegan.
Pertunjukan “Ali-Ali Kembar” tentu tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Terimakasih kepada orang tua seluruh pemain dan kru, jajaran dekanat Fakultas Bahasa dan Sastra UNY, dosen pengampu, sponsor, dan pihak luar yang senantiasa hadir dan memberi dukungan.

More Information: @paguyuban_arutala
Cahyani Dwi Padma Sari (17802241003)
contact person: 083844133175



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI KOLUSI NEPOTISME (KKN) BUKAN WARISAN BUDAYA GENERASI MILENNIAL

Sleman, 24 Maret 2019 – Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menyelenggarakan acara Pakta Integritas. Acara tersebut merupaka...